SENI DAN BUDAYA/ADAT ISTIADAT DESA BINANGUN
- Pawai Ta’aruf/Obor
Gambar 1. Pawai Obor
Pawai Obor diadakan dalam rangka menyambut 1 Suro dimana anak-anak beserta orang dewasa dari setiap santren (dusun) membawa Obor sambil berjalan dengan diiringi musik religi dengan unsur Jawa mulai dari dusun Tambimaron menuju Balai Desa. Obor yang dibawa melambangkan semangat para jiwa muda. Selain itu, dalam kegiatan ini juga terdapat miniatur masjid yang digunakan untuk meramaikan dan membuat acara lebih menarik.
Pawai obor ini menjadi momen spesial bagi masyarakat setempat untuk merayakan pergantian tahun Islam dengan kegembiraan. Mereka berjalan bersama dengan obor yang menyala-nyala, menciptakan suasana yang meriah dan penuh semangat yang dilambangkan dengan obor tersebut. Semangat perayaan ini menggambarkan rasa syukur dan optimisme dalam menghadapi tahun baru, serta semangat untuk terus membangun kebersamaan dan keharmonisan sebagai umat muslim. Tujuan dari pawai ini yaitu menunjukkan warga desa Binangun sebagian penduduknya beragama Islam, menumbuhkan rasa cinta dari anak-anak terhadap desa serta berpartisipasi dalam kegiatan desa dan menunjukkan bahwa Desa Binangun memiliki adat yang harus tetap untuk melestarikan budaya.
- Istighosah Malam 1 Suro:
Gambar 2. Istighosah dan Doa Bersama
Istighosah dilakukan dalam rangka pemanjatan doa kepada Allah SWT sebagai bagian dari peringatan hari jadi Desa Binangun. Hal ini juga merupakan salah satu perbauran antara budaya Desa dengan Agama Islam karena hampir semua penduduk desa beragama Islam. Bahwa malam 1 Suro identik dengan banyaknya hal-hal buruk di luar rumah bagi masyarakat Jawa.
Sebagian besar penduduk Desa Binangun beragama Islam. Oleh karena itu, gabungan antara kepercayaan dari simbolisasi malam 1 Suro dengan ajaran Islam, yaitu meminta perlindungan kepada Allah SWT dengan mengadakan istighosah dan doa bersama, diadakan setiap tahun di Desa Binangun. Tujuan dari Istighosah tersebut ialah memohon doa kepada Allah SWT untuk menghindarkan desa dari bahaya atau musibah.
- Ritual Adat Bersih Desa:
-
- Bersih Desa (Penanaman Kepala Kambing):
Gambar 3. Penanaman Kepala Kambing
Penanaman kepala kambing ini dilaksanakan untuk meneruskan tradisi dari pendahulu sejak Desa Binangun berdiri sehingga ritual tersebut juga dilakukan dalam rangka memperingati hari jadi Desa Binangun. Ritual dilakukan dengan selamatan/kenduri, penanaman kepala kambing, hiburan, hingga ruwatan.
Gambar 4. Acara Kenduri
Penanaman kepala kambing sudah dilakukan sejak masa pendahulu Desa Binangun. Kambing yang digunakan adalah Kambing Kendit dengan lingkar pinggang berwarna putih di perutnya dan bagian lainnya berwarna hitam. Bentuk Ikat Pinggang tersebut bermakna persatuan dan kesatuan antar 5 dusun yang ada di Desa Binangun.
Gambar 5. Kambing Kendit Sumber: https://images.app.goo.gl/fkRojNNRBhJqfkid6
Masyarakat Jawa memandang nilai-nilai spiritual dan mistik dalam pergantian tahun baru Jawa sebagai salah satu acuan dalam mengarungi kehidupan. Waktu malam satu Suro merupakan malam keramat atau sakral, terlebih jatuhnya tepat pada hari Jumat. Bahwa saat bulan Suro dapat diartikan momen di mana seluruh gerbang gaib terbuka. Pergantian tahun dianggap waktu bertemunya dunia gaib dan dunia manusia dalam kosmologi orang Jawa. Oleh karena itu, banyak masyarakat melakukan interaksi khusus dengan makhluk gaib sesuai kepercayaan mereka, sehingga dijuluki sebagai bulan keramat.
Selain bermakna mengikat, kendit juga bermakna sebagai pelindung. Ikatan kendit bermakna pagar yang melindungi dari bahaya dan anasir buruk. Simbolisasi doa atau permohonan perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, kambing kendit digunakan untuk Ritual Bersih Desa. Tujuan dari penanaman kepala kambing yaitu selain meneruskan adat istiadat dari leluhur, ritual bersih desa juga dilaksanakan dalam rangka memohon doa untuk dijauhkan dari bencana dan marabahaya agar masyarakatnya semakin sejahtera. Kemudian, ritual bersih desa juga dilaksanakan untuk menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas berkah yang telah diberikan selama satu tahun.
-
- Pagelaran Wayang
Gambar 6. Pagelaran Wayang
Pagelaran Wayang dilaksanakan di dalam rangkaian Bersih Desa sebagai bentuk hiburan bagi masyarakat. Dengan demikian, aspek cerita yang terdapat dalam pagelaran wayang tersebut tidak memiliki kekhasan tertentu yang membedakan pagelaran wayang ini dengan pagelaran wayang di daerah lain. Wayang menjadi media pertunjukan yang bisa memuat segala aspek kehidupan manusia seperti pemikiran manusia, ideologi hingga sosial budaya. Wayang mengandung tatanan, tuntunan, dan tontonan. Tatanan berarti suatu norma atau konvensi yang mengandung etika. Dalam pertunjukan wayang juga terkandung aturan, tata cara mendalang dan memainkan wayang secara turun temurun dan sudah menjadi tradisi. Seiring berjalannya waktu hal ini kemudian disepakati sebagai pedoman.
Unsur pewayangan dibagi menjadi dua kelompok, yakni unsur benda dan unsur manusia. Unsur benda dalam pewayangan terdiri dari wayang itu sendiri, gamelan, kelir, gebog, blencong, cempala, keprak, kotak wayang, dan kayon. Sedangkan, unsur manusia terdiri dari Dalang, Waranangga, Niyaga dan Penyimping. Tujuan dari pagelaran wayang yaitu sebagai hiburan bagi masyarakat setelah pelaksanaan bersih desa.
-
- Ruwatan
Gambar 7. Ruwatan
Ruwatan adalah pagelaran wayang khas Desa Binangun yang menggambarkan bahwa wayang memiliki karakter masing-masing dan yang biasanya diceritakan Rasetsobuto (karakter jahat wayang) yang dikupas dalam acara Ruwatan ini. Dengan diceritakannya hal tersebut, diharapkan karakter-karakter buruk tersebut tidak terjadi di desa. Ruwatan diadakan jam 4 pagi sebagai rangkaian terakhir dari peringatan hari jadi Desa Binangun. Oleh karena itu, biasanya masyarakat tidur di balai desa untuk menunggu acara Ruwatan tersebut.
Properti yang digunakan dalam acara Ruwatan antara lain peralatan dapur, peralatan tidur, buceng, makanan khas (ayam panggang urip), dan kembang setaman. Dalam acara ini, wanita yang sedang mengandung atau hamil tidak diperbolehkan untuk menyaksikan. Unsur pewayangan dibagi menjadi dua kelompok, yakni unsur benda dan unsur manusia. Unsur benda dalam pewayangan terdiri dari wayang itu sendiri, gamelan, kelir, gebog, blencong, cempala, keprak, kotak wayang, dan kayon. Sedangkan, unsur manusia terdiri dari Dalang, Waranangga, Niyaga dan Penyimping. Bertujuan untuk membersihkan desa dari marabahaya dan hal yang tidak baik serta sebagai salah satu hiburan bagi masyarakat.
- Tongkir
Gambar 8. Pertunjukan Tongkir Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=Elxi55WhjcI (3:11)
Tongkir merupakan seni tari yang memiliki cerita tentang hewan-hewan yang diiringi musik yang sejenis dengan musik jaranan. Binatang yang biasanya diceritakan antara lain macan, banteng, ular, kera, dan lain-lain. Cerita tersebut biasanya memiliki makna moral agar manusia mencintai binatang. Seni tari meliputi elemen berupa wiraga, wirama dan wirasa; dimana wiraga berarti keterampilan dasar gerak tubuh atau fisik penari, wirama berarti irama musik yang akan melengkapi sebuah gerakan, dan wirasa yaitu tingkatan penghayatan yang menyertakan jiwa (rasa) di dalam me ngekspresikan peran. Bertujuan sebagai salah satu bentuk hiburan masyarakat atau pertunjukan dalam acara tertentu.
- Sanggar Tari
Gambar 9. Penampilan Seni Tari
Sanggar tari diadakan setiap Hari Minggu pagi, tetapi jika ada perubahan jadwal biasanya dilakukan pada Hari Jum’at sore di Balai Desa.
- Seni Budaya Jawa lain yang diterapkan:
Jaranan dan Karawitan: Biasanya diadakan jika ada acara desa saja. Selain itu, seni ini juga diadakan ketika masyarakat mengadakan acara hajatan atau pernikahan. Jaranan dan Karawitan di Desa Binangun tidak memiliki ciri khas sendiri jika dibandingkan dengan daerah lain.